Oleh: Manu
KAPUR
Jurnal ini
bertujuan untuk mengetahui bahwa kegagalan siswa pada jangka pendek dalam skala
tertentu justru dapat menjadi hal yang baik bagi siswa dalam jangka panjang.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel 75 siswa kelas 7 di salah satu
sekolah menengah di Singapura. Kemudian 75 siswa tersebut dibagi menjadi 2
kelas, yakni kelas Produktif Failure
(kemudian disebut PF) sebagai kelas eksperimen dan kelas Lecture and Practice (LP) sebagai kelas kontrol. Kedua kelas yang
dibentuk tersebut kemudian diberikan penanganan dan jenis soal yang berbeda
selama proses pembelajaran. Pada kelas LP, jenis soal yang digunakan merupakan well-structured problem. Sedangkan pada
kelas LP jenis soal yang digunakan merupakan ill-structured problem. Selanjutnya kedua kelas akan diberikan post-test pada akhir pembelajaran dengan
jenis soal yang bersifat well-structured
problem dan higher-order items. Kemudian
hasil post-test akan dibandingkan dari
kedua kelas tersebut.
Kelas Lecture and Practice
(LP)
Secara umum kelas LP merupakan
kelas yang bersifat konvensional, seperti yang telihat pada Gambar 1
Gambar 1. Proses pembelajaran yang terjadi dikelas Learning and Practice (LP) |
Keuntungan dari proses
pembelajaran yang dilakukan pada kelas LP, antara lain:
-
Siswa mendapatkan materi secara terstruktur dan
urut;
-
Siswa berlatih mengerjakan soal secara kontinu,
dengan adanya latihan dan PR;
Kelas Productive Failure (PF)
Sedangkan proses pembelajaran
pada kelas PF berbeda dengan proses pada kelas LP.
Gambar 2. Proses
pembelajaran yang terjadi dikelas Productive
Failure (PF)
|
Pada kelas PF,
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sama
dengan soal berjenis ill-structured
problem. Selanjutnya dari soal yang telah didiskusikan secara kelompok,
siswa akan diberikan soal tambahan untuk dikerjakan secara individu. Pada kedua
bagian ini, siswa diberikan kebebasan untuk berdiskusi secara kelompok tanpa
keterlibatan guru didalamnya. Sehingga jawaban yang dihasilkan benar-benar
merupakan hasil diskusi kelompok tersebut, maka tidak aneh bila tingkat
kesuksesan siswa dalam menjawab soal yang diberikan sangat rendah (dapat
dilihat di bagian temuan).
Kemudian
kegiatan dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok, pada diskusi tersebut akan
dijelaskan metode, strategi dan solusi kelompok yang selanjutnya akan
ditanggapi oleh kelompok lainnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
membandingkan metode, strategi dan solusi dari setiap kelompok yang ada untuk
menyelesaikan soal yang mereka hadapi. Sehingga terjadi diskusi antar kelompok siswa
karena perbedaan yang ada. Setelah diskusi selesai, guru akan menjelaskan
solusi yang dilanjutkan dengan penjelas konsep dari materi yang terkait. Kegiatan
siswa pada kelas PF diakhiri dengan mengerjakan soal yang berjenis well-structured problem.
Temuan
Peneliti juga
melakukan penilaian terhadap kesuksesan siswa di kelas PF dalam memecahkan kasus,
baik secara kelompok maupun secara individu. Berikut hasil yang didapat:
Gambar 3. Rata-rata kesuksesan siswa dalam menyelesaikan masalah secara kelompok dan individu di kelas PF |
Terlihat bahwa
siswa memiliki tingkat kesuksesan yang rendah baik secara individu maupun
secara kelompok. Pada soal pertama rata-rata kesuksesan kelompok hanya 11%,
tidak berbeda jauh dengan soal kedua yang hanya sebesar 21%. Sedangkan untuk
individu rata-rata kesuksesan hanya 3 % pada soal pertama sedangkan pada soal
kedua 10%. Rendahnya kesuksesan siswa dalam mengerjakan soal dikarenakan siswa
benar-benar tidak berikan bantuan oleh guru pada saat yang sama siswa
menghadapi soal yang bersifat ill-structured
problem.
Tetapi
yang mengejutkan adalah hasil dari post-test yang dilakukan dengan menggunakan
2 jenis soal yakni, well-structured
problem dan high-order items,
seperti terlihat pada gambar di bawah.
Gambar 4. Rata-rata nilai post-test kelas PF dan LP |
Pada post-test tersebut terlihat bahwa rata-rata
nilai siswa dari kelas PF lebih baik dari siswa kelas LP baik untuk jenis soal well-structured maupun untuk soal higher-order item. Pada jenis soal well-structured problem rata-rata nilai
siswa kelas PF lebih tinggi 6% jika dibandingkan nilai rata-rata siswa kelas
LP. Sedangkan, pada jenis soal higher-order item rata-rata nilai siswa kelas PF
lebih tinggi 23% dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa LP.
Diskusi
Terlihat dari
temuan bahwa walaupun siswa pada kelas PF memiliki nilai kesuksesan relative
kecil dalam penyelesaian masalah di kelas, baik secara kelompok maupun
individu. Tetapi nilai rata-rata siswa kelas PF pada post-test mengungguli nilai rata-rata siswa LP, baik pada jenis
soal well-structured problem maupun
jenis soal higher-order items. Yang
menarik disini adalah siswa dari kelas PF memiliki nilai rata-rata yang lebih
baik dari pada siswa kelas LP dalam well-structured
problem, mengingat pada kelas PF proses pembelajarannya hanya menggunakan
soal yang berjenis well-structured
problem.
Peneliti
berpendapat bahwa temuan tersebut disebabkan oleh 3 hal, antara lain: siswa
pada kelas PF mendapatkan keuntungan saat terjadi diskusi antar kelompok, pada
bagian tersebut siswa dapat melihat ide kelompok lain yang mungkin tidak
terfikirkan sebelumnya; Penjelasan berikutnya adalah dengan mengenal konteks
terlebih dahulu siswa lebih paham materi yang kemudian dijelaskan oleh guru
setelah diskusi berakhir; Sedangkan penjelasan terakhir menurut peneliti adalah
siswa pada kelas PF memiliki epistemic
resources dibandingkan siswa kelas LP. Peneliti menuliskan pada jurnal ini
bahwa epistemic resources berupa
kemampuan siswa merepresentasikan masalah yang dihadapi, dapat menggunakan
metode yang sesuai dengan konteks soal, memiliki fleksibilitas dalam membuat
representasi dan metode baru bila representasi dan metode yang sebelumnya
mencapai jalan buntu, menerima dan melontarkan kritik dengan baik, dapat
mengkomunikasikan gagasan pada orang lain dan yang terpenting adalah memiliki
sifat pantang menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika yang kompleks.
Kesimpulan
Anggapan yang
ada selama ini adalah untuk apa menghabiskan waktu dengan membiarkan siswa
melakukan kesalahan ketika guru dapat memberikan jawabannya?? Hal tersebut
secara ilmiah dijawab pada jurnal ini, proses yang semula terlihat tidak
efisien, membuang waktu dan disertai oleh banyak kegagalan ternyata pada
akhirnya menghasilkan sesuatu yang diluar dugaan. Kelas PF yang pada proses
pembelajarannya disertai oleh banyak kegagalan justru pada post-test mendapatkan nilai rata-rata lebih baik daripada kelas LP.
Hal tersebut yang peneliti namakan dengan productive
failure.
Penggunaan
ill-structured problem sebagai jenis soal pada kelas PF memiliki nilai lebih
karena soal jenis ini berdasarkan konteks tertentu sehingga lebih menarik dan
bermakna bagi siswa. Walaupun siswa belum mengetahui secara lengkap konsep dari
suatu materi tetapi mereka telah mengenal penerapan materi tersebut di dunia
nyata. Hal tersebut sangat membuat siswa menjadi lebih paham akan materi pada
saat dijelaskan oleh guru.
Artikel dapat dilihat di: http://www.worldscientific.com/doi/abs/10.1142/9789814277228_0003