Thursday, June 1

Learning Through Productive Failure in Mathematical Problem Solving


Oleh: Manu KAPUR

Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa kegagalan siswa pada jangka pendek dalam skala tertentu justru dapat menjadi hal yang baik bagi siswa dalam jangka panjang. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel 75 siswa kelas 7 di salah satu sekolah menengah di Singapura. Kemudian 75 siswa tersebut dibagi menjadi 2 kelas, yakni kelas Produktif Failure (kemudian disebut PF) sebagai kelas eksperimen dan kelas Lecture and Practice (LP) sebagai kelas kontrol. Kedua kelas yang dibentuk tersebut kemudian diberikan penanganan dan jenis soal yang berbeda selama proses pembelajaran. Pada kelas LP, jenis soal yang digunakan merupakan well-structured problem. Sedangkan pada kelas LP jenis soal yang digunakan merupakan ill-structured problem. Selanjutnya kedua kelas akan diberikan post-test pada akhir pembelajaran dengan jenis soal yang bersifat well-structured problem dan higher-order items. Kemudian hasil post-test akan dibandingkan dari kedua kelas tersebut.

Kelas Lecture and Practice (LP)

Secara umum kelas LP merupakan kelas yang bersifat konvensional, seperti yang telihat pada Gambar 1

Gambar 1. Proses pembelajaran yang terjadi dikelas Learning and Practice (LP)

Keuntungan dari proses pembelajaran yang dilakukan pada kelas LP, antara lain:
-          Siswa mendapatkan materi secara terstruktur dan urut;
-          Siswa berlatih mengerjakan soal secara kontinu, dengan adanya latihan dan PR;
Kelas Productive Failure (PF)
Sedangkan proses pembelajaran pada kelas PF berbeda dengan proses pada kelas LP.

Gambar 2. Proses pembelajaran yang terjadi dikelas Productive Failure (PF)
Pada kelas PF, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sama dengan soal berjenis ill-structured problem. Selanjutnya dari soal yang telah didiskusikan secara kelompok, siswa akan diberikan soal tambahan untuk dikerjakan secara individu. Pada kedua bagian ini, siswa diberikan kebebasan untuk berdiskusi secara kelompok tanpa keterlibatan guru didalamnya. Sehingga jawaban yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil diskusi kelompok tersebut, maka tidak aneh bila tingkat kesuksesan siswa dalam menjawab soal yang diberikan sangat rendah (dapat dilihat di bagian temuan).
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok, pada diskusi tersebut akan dijelaskan metode, strategi dan solusi kelompok yang selanjutnya akan ditanggapi oleh kelompok lainnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membandingkan metode, strategi dan solusi dari setiap kelompok yang ada untuk menyelesaikan soal yang mereka hadapi. Sehingga terjadi diskusi antar kelompok siswa karena perbedaan yang ada. Setelah diskusi selesai, guru akan menjelaskan solusi yang dilanjutkan dengan penjelas konsep dari materi yang terkait. Kegiatan siswa pada kelas PF diakhiri dengan mengerjakan soal yang berjenis well-structured problem.


Temuan
Peneliti juga melakukan penilaian terhadap kesuksesan siswa di kelas PF dalam memecahkan kasus, baik secara kelompok maupun secara individu. Berikut hasil yang didapat:

Gambar 3. Rata-rata kesuksesan siswa dalam menyelesaikan masalah secara kelompok dan individu di kelas PF
Terlihat bahwa siswa memiliki tingkat kesuksesan yang rendah baik secara individu maupun secara kelompok. Pada soal pertama rata-rata kesuksesan kelompok hanya 11%, tidak berbeda jauh dengan soal kedua yang hanya sebesar 21%. Sedangkan untuk individu rata-rata kesuksesan hanya 3 % pada soal pertama sedangkan pada soal kedua 10%. Rendahnya kesuksesan siswa dalam mengerjakan soal dikarenakan siswa benar-benar tidak berikan bantuan oleh guru pada saat yang sama siswa menghadapi soal yang bersifat ill-structured problem.
            
                  Tetapi yang mengejutkan adalah hasil dari post-test yang dilakukan dengan menggunakan 2 jenis soal yakni, well-structured problem dan high-order items, seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar 4. Rata-rata nilai post-test kelas PF dan LP


Pada post-test tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai siswa dari kelas PF lebih baik dari siswa kelas LP baik untuk jenis soal well-structured maupun untuk soal higher-order item. Pada jenis soal well-structured problem rata-rata nilai siswa kelas PF lebih tinggi 6% jika dibandingkan nilai rata-rata siswa kelas LP. Sedangkan, pada jenis soal higher-order item rata-rata nilai siswa kelas PF lebih tinggi 23% dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa LP.


Diskusi
Terlihat dari temuan bahwa walaupun siswa pada kelas PF memiliki nilai kesuksesan relative kecil dalam penyelesaian masalah di kelas, baik secara kelompok maupun individu. Tetapi nilai rata-rata siswa kelas PF pada post-test mengungguli nilai rata-rata siswa LP, baik pada jenis soal well-structured problem maupun jenis soal higher-order items. Yang menarik disini adalah siswa dari kelas PF memiliki nilai rata-rata yang lebih baik dari pada siswa kelas LP dalam well-structured problem, mengingat pada kelas PF proses pembelajarannya hanya menggunakan soal yang berjenis well-structured problem.
Peneliti berpendapat bahwa temuan tersebut disebabkan oleh 3 hal, antara lain: siswa pada kelas PF mendapatkan keuntungan saat terjadi diskusi antar kelompok, pada bagian tersebut siswa dapat melihat ide kelompok lain yang mungkin tidak terfikirkan sebelumnya; Penjelasan berikutnya adalah dengan mengenal konteks terlebih dahulu siswa lebih paham materi yang kemudian dijelaskan oleh guru setelah diskusi berakhir; Sedangkan penjelasan terakhir menurut peneliti adalah siswa pada kelas PF memiliki epistemic resources dibandingkan siswa kelas LP. Peneliti menuliskan pada jurnal ini bahwa epistemic resources berupa kemampuan siswa merepresentasikan masalah yang dihadapi, dapat menggunakan metode yang sesuai dengan konteks soal, memiliki fleksibilitas dalam membuat representasi dan metode baru bila representasi dan metode yang sebelumnya mencapai jalan buntu, menerima dan melontarkan kritik dengan baik, dapat mengkomunikasikan gagasan pada orang lain dan yang terpenting adalah memiliki sifat pantang menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika yang kompleks.


Kesimpulan
Anggapan yang ada selama ini adalah untuk apa menghabiskan waktu dengan membiarkan siswa melakukan kesalahan ketika guru dapat memberikan jawabannya?? Hal tersebut secara ilmiah dijawab pada jurnal ini, proses yang semula terlihat tidak efisien, membuang waktu dan disertai oleh banyak kegagalan ternyata pada akhirnya menghasilkan sesuatu yang diluar dugaan. Kelas PF yang pada proses pembelajarannya disertai oleh banyak kegagalan justru pada post-test mendapatkan nilai rata-rata lebih baik daripada kelas LP. Hal tersebut yang peneliti namakan dengan productive failure.
Penggunaan ill-structured problem sebagai jenis soal pada kelas PF memiliki nilai lebih karena soal jenis ini berdasarkan konteks tertentu sehingga lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Walaupun siswa belum mengetahui secara lengkap konsep dari suatu materi tetapi mereka telah mengenal penerapan materi tersebut di dunia nyata. Hal tersebut sangat membuat siswa menjadi lebih paham akan materi pada saat dijelaskan oleh guru.

Artikel dapat dilihat di: http://www.worldscientific.com/doi/abs/10.1142/9789814277228_0003